Rabu, 21 Maret 2018

panca indera dalam sebuah cerita

sebaiknya segera lepas. aroma keringat menguar pada udara yang terasa mendidih. hidung yang tersentuh jemari tangan, mencolek seperti kebiasaan bruce lee ketika menghadapi musuh. 
gerak yang lambat namun berima, seperti musik EDM menyentuh sekeliling area rumput. Galih memandang lirih. 

syahdu, begitulah biasanya kata orang. katamu, itu belum tentu. Galih beralih pada mendengar. Dia kuatkan fokus pada gendang telinga seakan menimbulkan suara gendang. suara hembusan angin menerpa rumput, seakan berdzikir. suara langkah kaki, begitu kencang dan seperti terburu-buru.

Aku ingin mati, Katamu.
menjadi pembaca tak akan membikin kaya.

Galih beralih pada indera yang lain. indera peraba. Ia sentuh pipimu. bening seperti sebelumnya. tepat di bawah kelopak mata, ada raba yang berbeda. tidak mulus, sedikit bergelombang seperti jalan pedesaan. 
air mata penyebabnya. tanganmu terasa kesat menyentuh pipimu. Ia seka air matamu. keringatnya bercampur dengan air matamu seperti malam pertama pernikahan. Ia belai, terasa kasar rambutmu. mungkin nasibmu membuat kau lupa shampoan. 

Ia dan Kau kemudian berpelukan. 

menjadi pembaca bisa membikin kaya, katanya. sedikit terisak, kau menaruh curiga padanya. laki-laki hanya membual ketika situasi seperti ini.

galih berhenti. bibirnya tiba-tiba kelu. tak mampu berucap apapun. ia hanya memandang. pikirannya menerawang jauh seakan rumput luas sebagai kanvas putih. ia membayangkan keindahan. namun itu hanya bayangan, ia bahkan tak bisa mewujudkannya. 

ia justru luput pada detil kecil yang ada di dirimu. pakaian. Ia tak memperhatikan pakaian yang kau kenakan. mungkin itu kunci, kenapa kau terburu-buru dan berurai air mata.



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar