Sebagai penyuka sepakbola, dimulainya pertandingan piala AFF
yang diikuti Indonesia tentu menjadi hal yang menyenangkan bagi saya. Entah
mengapa, kebahagiaan karena timnas sepakbola mencetak gol seperti membuat saya
dipenuhi energi dalam tubuh untuk berteriak sambil berjingkrak.
Piala AFF yang seharusnya adalah turnamen yang biasa saja
bahkan cenderung tidak penting. Tetapi, bagi timnas Indonesia, ironisnya
turnamen ini menjadi usaha satu-satunya untuk membuat kita bangga. Mimpi
berbuat banyak dalam kompetisi setingkat benua asia atau dunia masih jauh
panggang dari api.
Kebanggaan atas juara piala AFF tentu harus kita syukuri,
sebagaimana bersyukurnya Negara san marino setelah mencetak gol. Kita harus
mawas diri bahwa timnas Indonesia kita banggakan hanya sebatas kemenangan tanpa
gelar juara.
Polemik pengurus PSSI selaku induk persepakbolaan nasional
membuat timnas Indonesia seperti terjun paralayang. Lamban menukik. Secercah
harapan akan perubahan masih terus diupayakan agar paralayang itu bisa terbang
lagi.
Di Negara tetangga, usaha untuk berprestasi dalam sepakbola
lebih jauh lagi. Thailand sudah mencanangkan untuk setidaknya mencapai
semifinal dalam piala asia. Turnamen setingkat benua.
Apakah kita bisa mengejar target tersebut, tentu saja
semuanya harus bekerja keras agar kita bisa setara dalam turnamen piala dunia.
Namun demikian, kecintaan saya terhadap timnas sepakbola
tidak surut. Adrenalin tetap terpacu apabila timnas mencetak gol. Bahkan
mungkin, pacuannya setara dengan alat pacu jantung. Timnas mencetak gol membuat
saya bisa bangkit layaknya orang yang sedang menggunakan alat pacu jantung.
Saya yakin, kita
semua mengalami ironi ini. Ironi ketika kita sadar bahwa timnas Indonesia bukan
tim terbaik tetapi kita dukung dengan sepenuh hati. Jiwa medioker berpadu
dengan rasa nasionalisme kita. Menimbulkan semangat dukungan yang mungkin akan
terlihat aneh bagi yang tidak memiliki nasionalisme terutama karena yang mereka
dukung adalah tim besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar