Minggu, 08 Oktober 2017

Perihal berbagi ilmu

Setelah tulisan sampah kemarin. Aku merasa berdosa. Mengecewakan pembaca adalah dosa seorang penulis.

Sebagai balas dendam. Ini saya akan buat tulisan yang lebih baik.

Saya orang yang senang berbagi ilmu. Meskipun sedikit, saya senang membaginya. Tapi ada masalah ketika saya cenderung ingin membagikan ilmu. Kesediaan orang yang akan diberi.

Berbagi ilmu ternyata cukup menganggu bagi mereka yang sebenarnya gak perduli. Mereka tidak ingin aku berbagi ilmu.

Banyak alasan yang menyertainya. Seperti lagi sibuk, atau sedang memikirkan hal yang lain yang lebih penting. Akhirnya, saya yang berbagi ilmu merasa tidak dihargai. Ilmu yang saya bagikan dilupakan begitu saja. Saya sering sakit hati jika hal itu terjadi.

Padahal sebaiknya berbagi ilmu itu soal kepekaan. Jika tak peka, maka susah untuk bisa membagi ilmu. Lihat kondisi teman saya. Apakah memang bersedia mendengarkan atau tidak?

Juga berbagi ilmu adalah soal keikhlasan. Ilmu yang telah dibagikan takkan habis. Jadi ikhlaskanlah karena ilmu itu milik dunia. Tak perlu mendapatkan respon. Ilmu kita bagi tanpa pamrih. Tanpa perlu minta apresiasi teman sendiri.

Saya juga merasa berbagi ilmu padahal secara praktek masih lemah. Betapa menyebalkannya ketika seseorang berbagi ilmu yang dia sendiri tidak pakai. Seperti keledai yang membawa banyak buku di pundaknya.

Saya seringkali seperti itu. Saya seperti keledai yang membawa banyak buku. Saya banyak ilmu dari hasil bacaan saya yang tak seberapa. Saya gatel ingin membagikannya. Tapi saya sendiri tak menerapkan ilmu yang saya bagikan.

Kadang memang murid selalu lebih baik dari guru. Tapi kadang juga guru yang tak menerapkan ilmunya, reputasinya dipertanyakan. Murid meragukan reputasi guru tersebut.

Saya senang berbagi ilmu maka saya suka geregetan pada orang-orang yang secara ilmu lebih tinggi dari saya tapi tak pernah terlihat ingin membagi ilmunya.

Berbuat sesuatu yang bermanfaat. Bikin karya, bentuk komunitas, jalin pertemanan dan bangun solidaritas. Bagi ilmunya dengan gratis. Jangan pelit. Kecuali ada biaya yang perlu dikeluarkan. Seperti sewa gedung, sewa makanan. Mungkin tak apa-apa kalau seperti itu berbayar.

Terus masalahnya, saya yang seperti ini. Tak mampu menerapkan ilmunya berbagi ilmu, saya malu sama teman-teman yang lain yang cenderung pendiam namun memiliki ilmu yang banyak. Kayak pengen ngomong depan orangnya, seharusnya elo yang kayak gini kok malah gue.

Karena saya masih cetek ilmunya. Akhirnya saya malu. Malu karena terlihat jadi sok tahu. Orang yang ilmunya cetek kok berbagi ilmu. Sok tahu lu. Mungkin begitu pikir orang-orang.

Sesuai dengan tweet saya hari ini. Akhirnya adalah ketika semuanya telah terbuka, aku masihlah bukan apa-apa

4 komentar:

  1. Tulisan mas Akbar bermanfaat kok. Saya selalu mengikutinya, meski tidak selalu meninggalkan komen.

    Bagi saya, mas Akbar sudah membagikan sesuatu yang berguna bagi pembaca.

    Terus menulis mas.

    (Heru)
    Folback my blog:
    dloverheruwidayanto.blogspot.co.id

    BalasHapus
  2. Berarti penulisan saya masih jelek, karna mas heru tidak menangkap apa yang saya maksud dalam tulisan ini..

    Terimakasih mas.. nanti saya follow blognya masp

    BalasHapus
  3. Lihatlah apa yang dikatakan, jangan melihat siapa yang mengatakan...

    Mak jleb nih tulisan

    BalasHapus