Minggu, 19 November 2017

Kapan Kawin? Part 1

KAPAN KAWIN?
PROLOG
Jalan yang ditempuh setiap orang berbeda-beda. Kita tidak bisa memaksa orang untuk mengikuti arahan kita. Begitu pula dengan Agil Munawar. Laki-laki umur 24 tahun. Lahir di bandung dari keluarga yang tidak kaya tidak juga miskin. Ya sederhanalah. Namun terkadang dia memiliki sifat pembangkang. Kadang-kadang dia selalu  gigih akan keinginannya yang tak mampu dipenuhi ibunya.
Agil bekerja sebagai staf tata usaha. Sudah lulus kuliah. Belum punya pasangan. Dan salah satu hal keinginan terbesar ia adalah menikah.

Seandainya teman-temannya tidak mempertanyakan itu, sebuah pertanyaan yang menurut agil menyebalkan, “Kapan Nikah?”. Ia tak akan sekhawatir ini. Agil sebenarnya merasa masih muda untuk memikirkan menikah. Namun, teman-teman seangkatan agil malah sudah memiliki anak di umur agil sekarang.

Kadang agil selalu merasa kesal, ingin sekali menikah, namun orangtuanya pun terutama ibunya membantah dirinya. Seakan-akan nama munawar adalah sebuah kesempatan negosiasi menurut ibunya jika agil memutuskan sesuatu.

Ini adalah cerita tentang bagaimana agil menemukan keputusan kapan pernikahannya berlangsung.

BAB 1

Sebagai pekerja staf tata usaha, agil terbiasa bangun pagi. Pekerjaannya sebenarnya super santai hanya membuat surat dan mengatur surat masuk dan keluar. Oya, ia staf tata usaha di sekolah.
Tiba di sekolah, sekolah agil terletak di daerah desa. Jalan menuju kesana jelek. Ia selalu mendengus kesal dibuatnya, selalu saja ia kehilangan kebersihan yang telah dipersiapkan di rumahnya.
Masuk kantor, “selamat pagi pak”, sapaan murid menyapanya. ia balas dengan senyum yang dibuat manis.

Ia simpan motor pada parkiran sekolah. Segera masuk menuju ruangan kantor.

Ruangan kantor masih sepi ketika ia tiba. Ruangan kerjanya cukup berantakan khas anak cowok. Depan laptop yang segera aku nyalakan. Ia rapihkan sekeliling meja kerjanya.
Mulai berdatangan rekan kerja agil, ia tersenyum pada setiap yang datang. “Selamat pagi” sambil menyalami satu-satu.

Rendi, teman kerjanya menyapa dan seperti biasa bercerita tentang kehidupan pernikahannya. Hari ini ia cerita tentang anaknya yang selalu menyapanya saat ia akan berangkat kerja. Agil seperti biasa, mendengus kesal dan tersenyum yang dibuat-buat.

Rendi, sebenarnya tidak ganteng dan menurut agil kurang baik sebagai pria. Ia jorok dan suka berbicara kasar. Namun, entah mengapa dia bisa berubah. Mungkin karena pernikahan memang bisa mengubah seseorang.

Rendi sangat suka sekali dengan karakter superhero, ia bisa berbicara tentang film superhero bahkan hingga dikenal sebagai kritikus nomor satu di kantornya. Ia selalu merasa paling benar dan berhak marah. Terutama kepada murid-murid yang kurang ajar.

Mungkin satu hal yang membuat rendi luar biasa. Dia mapan, jago membawa diri. Motor sport yang ia bawa tiap ke sekolah adalah buktinya. Setelah itu, kegantengan dia naik berkali-kali lipat.
Agil mendengar rendi bercerita, ia seperti ingin menahan diri. Ingin menunjukkan ekspresi kesal namun ditahannya. Ia selalu seperti itu, karena sebenarnya memang agil juga ingin menikah. Banyak alasan agil ingin menikah. Pertama, dia bisa mengubah diri. Banyak bukti bahwa menikah membawa perubahan pada perilaku laki-laki. Terutama ketika kelahiran anak. Laki-laki yang semasa lajangnya “nakal” niscaya akan sadar dan merasa sangat kotor terbayang dosanya ketika masa lajangnya. Semacam kontemplasi.

Kedua, bangun pagi. Agil percaya, istri adalah alasan paling manis untuk bangun pagi. Dibangunkan seorang istri adalah impian setiap laki-laki lajang di seluruh dunia. Betapa ia akan tidak malas-malasan ketika pagi, justru akan melakukan ritual pagi dengan lebih semangat.

Ketiga, berhubungan sex. Tak dipungkiri, agil seperti laki-laki lain ingin sekali merasakan berhubungan sex. Meski terkesan porno, percayalah tidak bisa melakukan hubungan sex adalah musuh besar pernikahan. Kasus terbanyak perceraian adalah masalah hubungan sex yang tidak harmonis.

Keinginan ini agil pendam, ia kembali menatap layar komputernya yang telah menyala penuh. Tas ransel yang dari tadi dia gendong juga diturunkan, disimpan di pinggir kursi chitose yang dia gunakan.

Setelah ramai oleh para pekerja. Pekerjaan telah menumpuk. Tibalah teman agil yang lain. Namanya yanto. Dia menyapa agil kemudian duduk disamping agil. Yanto cukup berumur. Usianya hampir 39 tahun. Dan ini yang tragis, ia belum menikah. Agil kadang merasa kasian terhadap yanto, betapa sering kayaknya dia mengeluh seperti dirinya. Agil selalu yakin, yanto adalah alasan agil menunda pernikahan.

Yanto bertubuh tambun dan pendek, secara fisik memang tidak enak dipandang. Namun, yanto sangat mudah bergaul. Yanto bisa memulai pembicaraan dengan orang baru. Ia memiliki banyak teman, entah bagaimana, yanto masih saja lajang. Banyak sebenarnya yang mau sama yanto. Entah apa alasan yanto tak segera menerima pasangan. Yanto sepertinya sangat selektif dalam memilih pasangan.

Teman-temannya hingga kelelahan dan sedikit kesal, hingga akhirnya menyerah berusaha untuk segera menjodohkan yanto.

Bel istirahat siswa terdengar, agil menutup layar laptopnya. Bersiap mencari makan. Ia mengajak yanto dan rendi.

Tiba di kantin. Di sekolahnya, kantin terdiri dari warung-warung yang terpisah. Agil biasanya bersama yanto dan rendi istirahat di warung yang berada pada lorong belakang gedung sekolah. Warung ini hanya berupa rumah petak berwarna biru, yang catnya sedikit kotor. Di dalam terdapat tempat duduk yang sempit, dengan lantai masih berupa tanah. Di sini banyak yang dijual dari mulai minuman, makanan ringan hingga cemilan berat khas kantin SMP. Agil biasa memesan gorengan dan kopi. Yanto dan rendi tak tentu. Kadang dia makan gorengan atau hanya minum kopi saja. Pekerjaan yang membuat suntuk memang memaksa mereka menjadi penyuka kopi.

“Bu, kopi hitam satu,” kata rendi seperti biasanya memesan dahulu. Yanto dan agil duduk di semacam lesehan. “Kalau saya kopi mocha saja bu,” kata yanto yang berbadan tambun. Agil sendiri tak memesan kopi, ia mengambil gorengan yang tersedia pada nampan.

Sebenarnya istirahat seperti ini tak lazim bagi pekerja staf tata usaha. bagi pegawai Tata Usaha, bekerja itu tak kenal istirahat, namun karena pekerjaan yang santai dan tak mengikat. Terkadang memang agil dan temannya suka mengambil waktu untuk sekedar makan atau istirahat di kantin.
Agil mengambil gorengan, ketika rendi bercerita tentang kehidupan rumah tangga, “istriku sekarang sedang suka makan buah, aku kewalahan, rendi tersenyum teringat istrinya. Agil mengeringkan tangan ke celana. Suatu hal yang buruk, hingga kemudian bertanya retoris, “ngapain nikah kalau begitu?” rendi duduk di samping agil. Mengambil gelas berisi kopi yang tersedia, menyeruputnya sedikit. Rambut cepaknya berkeringat. “ya demi kenikmatan”

Yanto sementara itu, duduk di samping rendi, dengan tanpa sadar diri, memaksa duduk di kursi yang sempit. Badan tambunnya sedikit bergetar. Ada gemeretak kecil pada bangku kayu yang mereka duduki. Memakan gorengan, “udah jangan bahas nikah ya, suntuk!,” sela yanto.
Ibu warung yang telah tua terpaksa berdiri. Melayani pembeli yaitu, siswa-siswa sekolah. Sesekali sapaan mereka terdengar ditujukan untuk mereka bertiga.

Agil yang lebih pendiam di banding mereka berdua, membuka catatan. Dia senang sekali menulis. Setiap saat, agil selalu membawa note kecil berisi catatan-catatan tentang hidup yang dia tuliskan. Sebenarnya agil ingin menjadi penulis. Namun kesulitan keuangan membuat agil harus bekerja. Full time penulis belum bisa dia raih. Akhirnya ia hanya menjadi penulis part time di sela-sela pekerjaannya sebagai staf tata usaha.

Catatan agil disimpan lagi. Ia sekarang menatap ibu warung, “ibu, jadi berapa?” “5000 pak”, jawab ibunya.

Yuk balik kantor. Agil mengajak teman baiknya kembali ke kantor.







2 komentar: