KAPAN KAWIN?
PROLOG
Jalan yang ditempuh setiap orang berbeda-beda. Kita tidak
bisa memaksa orang untuk mengikuti arahan kita. Begitu pula dengan Agil
Munawar. Laki-laki umur 24 tahun. Lahir di bandung dari keluarga yang tidak
kaya tidak juga miskin. Ya sederhanalah. Namun terkadang dia memiliki sifat
pembangkang. Kadang-kadang dia selalu gigih
akan keinginannya yang tak mampu dipenuhi ibunya.
Agil bekerja sebagai staf tata usaha. Sudah lulus kuliah. Belum
punya pasangan. Dan salah satu hal keinginan terbesar ia adalah menikah.
Seandainya teman-temannya tidak mempertanyakan itu, sebuah
pertanyaan yang menurut agil menyebalkan, “Kapan Nikah?”. Ia tak akan
sekhawatir ini. Agil sebenarnya merasa masih muda untuk memikirkan menikah. Namun,
teman-teman seangkatan agil malah sudah memiliki anak di umur agil sekarang.
Kadang agil selalu merasa kesal, ingin sekali menikah, namun
orangtuanya pun terutama ibunya membantah dirinya. Seakan-akan nama munawar
adalah sebuah kesempatan negosiasi menurut ibunya jika agil memutuskan sesuatu.
Ini adalah cerita tentang bagaimana agil menemukan keputusan
kapan pernikahannya berlangsung.
BAB 1
Sebagai pekerja staf tata usaha, agil terbiasa bangun pagi. Pekerjaannya
sebenarnya super santai hanya membuat surat dan mengatur surat masuk dan
keluar. Oya, ia staf tata usaha di sekolah.
Tiba di sekolah, sekolah agil terletak di daerah desa. Jalan
menuju kesana jelek. Ia selalu mendengus kesal dibuatnya, selalu saja ia
kehilangan kebersihan yang telah dipersiapkan di rumahnya.
Masuk kantor, “selamat pagi pak”, sapaan murid menyapanya. ia
balas dengan senyum yang dibuat manis.
Ia simpan motor pada parkiran sekolah. Segera masuk menuju
ruangan kantor.
Ruangan kantor masih sepi ketika ia tiba. Ruangan kerjanya
cukup berantakan khas anak cowok. Depan laptop yang segera aku nyalakan. Ia rapihkan
sekeliling meja kerjanya.
Mulai berdatangan rekan kerja agil, ia tersenyum pada setiap
yang datang. “Selamat pagi” sambil menyalami satu-satu.
Rendi, teman kerjanya menyapa dan seperti biasa bercerita
tentang kehidupan pernikahannya. Hari ini ia cerita tentang anaknya yang selalu
menyapanya saat ia akan berangkat kerja. Agil seperti biasa, mendengus kesal
dan tersenyum yang dibuat-buat.
Rendi, sebenarnya tidak ganteng dan menurut agil kurang baik
sebagai pria. Ia jorok dan suka berbicara kasar. Namun, entah mengapa dia bisa
berubah. Mungkin karena pernikahan memang bisa mengubah seseorang.
Rendi sangat suka sekali dengan karakter superhero, ia bisa
berbicara tentang film superhero bahkan hingga dikenal sebagai kritikus nomor
satu di kantornya. Ia selalu merasa paling benar dan berhak marah. Terutama kepada
murid-murid yang kurang ajar.
Mungkin satu hal yang membuat rendi luar biasa. Dia mapan,
jago membawa diri. Motor sport yang ia bawa tiap ke sekolah adalah buktinya. Setelah
itu, kegantengan dia naik berkali-kali lipat.
Agil mendengar rendi bercerita, ia seperti ingin menahan
diri. Ingin menunjukkan ekspresi kesal namun ditahannya. Ia selalu seperti itu,
karena sebenarnya memang agil juga ingin menikah. Banyak alasan agil ingin
menikah. Pertama, dia bisa mengubah diri. Banyak bukti bahwa menikah membawa
perubahan pada perilaku laki-laki. Terutama ketika kelahiran anak. Laki-laki
yang semasa lajangnya “nakal” niscaya akan sadar dan merasa sangat kotor
terbayang dosanya ketika masa lajangnya. Semacam kontemplasi.
Kedua, bangun pagi. Agil percaya, istri adalah alasan paling
manis untuk bangun pagi. Dibangunkan seorang istri adalah impian setiap
laki-laki lajang di seluruh dunia. Betapa ia akan tidak malas-malasan ketika
pagi, justru akan melakukan ritual pagi dengan lebih semangat.
Ketiga, berhubungan sex. Tak dipungkiri, agil seperti
laki-laki lain ingin sekali merasakan berhubungan sex. Meski terkesan porno,
percayalah tidak bisa melakukan hubungan sex adalah musuh besar pernikahan. Kasus
terbanyak perceraian adalah masalah hubungan sex yang tidak harmonis.
Keinginan ini agil pendam, ia kembali menatap layar
komputernya yang telah menyala penuh. Tas ransel yang dari tadi dia gendong
juga diturunkan, disimpan di pinggir kursi chitose yang dia gunakan.
Setelah ramai oleh para pekerja. Pekerjaan telah menumpuk. Tibalah
teman agil yang lain. Namanya yanto. Dia menyapa agil kemudian duduk disamping
agil. Yanto cukup berumur. Usianya hampir 39 tahun. Dan ini yang tragis, ia
belum menikah. Agil kadang merasa kasian terhadap yanto, betapa sering kayaknya
dia mengeluh seperti dirinya. Agil selalu yakin, yanto adalah alasan agil
menunda pernikahan.
Yanto bertubuh tambun dan pendek, secara fisik memang tidak
enak dipandang. Namun, yanto sangat mudah bergaul. Yanto bisa memulai
pembicaraan dengan orang baru. Ia memiliki banyak teman, entah bagaimana, yanto
masih saja lajang. Banyak sebenarnya yang mau sama yanto. Entah apa alasan
yanto tak segera menerima pasangan. Yanto sepertinya sangat selektif dalam
memilih pasangan.
Teman-temannya hingga kelelahan dan sedikit kesal, hingga
akhirnya menyerah berusaha untuk segera menjodohkan yanto.
Bel istirahat siswa terdengar, agil menutup layar laptopnya. Bersiap
mencari makan. Ia mengajak yanto dan rendi.
Tiba di kantin. Di sekolahnya, kantin terdiri dari
warung-warung yang terpisah. Agil biasanya bersama yanto dan rendi istirahat di
warung yang berada pada lorong belakang gedung sekolah. Warung ini hanya berupa
rumah petak berwarna biru, yang catnya sedikit kotor. Di dalam terdapat tempat
duduk yang sempit, dengan lantai masih berupa tanah. Di sini banyak yang dijual
dari mulai minuman, makanan ringan hingga cemilan berat khas kantin SMP. Agil biasa
memesan gorengan dan kopi. Yanto dan rendi tak tentu. Kadang dia makan gorengan
atau hanya minum kopi saja. Pekerjaan yang membuat suntuk memang memaksa mereka
menjadi penyuka kopi.
“Bu, kopi hitam satu,” kata rendi seperti biasanya memesan
dahulu. Yanto dan agil duduk di semacam lesehan. “Kalau saya kopi mocha saja
bu,” kata yanto yang berbadan tambun. Agil sendiri tak memesan kopi, ia
mengambil gorengan yang tersedia pada nampan.
Sebenarnya istirahat seperti ini tak lazim bagi pekerja staf
tata usaha. bagi pegawai Tata Usaha, bekerja itu tak kenal istirahat, namun
karena pekerjaan yang santai dan tak mengikat. Terkadang memang agil dan
temannya suka mengambil waktu untuk sekedar makan atau istirahat di kantin.
Agil mengambil gorengan, ketika rendi bercerita tentang
kehidupan rumah tangga, “istriku sekarang sedang suka makan buah, aku
kewalahan, rendi tersenyum teringat istrinya. Agil mengeringkan tangan ke
celana. Suatu hal yang buruk, hingga kemudian bertanya retoris, “ngapain nikah
kalau begitu?” rendi duduk di samping agil. Mengambil gelas berisi kopi yang
tersedia, menyeruputnya sedikit. Rambut cepaknya berkeringat. “ya demi
kenikmatan”
Yanto sementara itu, duduk di samping rendi, dengan tanpa
sadar diri, memaksa duduk di kursi yang sempit. Badan tambunnya sedikit
bergetar. Ada gemeretak kecil pada bangku kayu yang mereka duduki. Memakan gorengan,
“udah jangan bahas nikah ya, suntuk!,” sela yanto.
Ibu warung yang telah tua terpaksa berdiri. Melayani pembeli
yaitu, siswa-siswa sekolah. Sesekali sapaan mereka terdengar ditujukan untuk
mereka bertiga.
Agil yang lebih pendiam di banding mereka berdua, membuka
catatan. Dia senang sekali menulis. Setiap saat, agil selalu membawa note kecil
berisi catatan-catatan tentang hidup yang dia tuliskan. Sebenarnya agil ingin
menjadi penulis. Namun kesulitan keuangan membuat agil harus bekerja. Full time
penulis belum bisa dia raih. Akhirnya ia hanya menjadi penulis part time di
sela-sela pekerjaannya sebagai staf tata usaha.
Catatan agil disimpan lagi. Ia sekarang menatap ibu warung, “ibu,
jadi berapa?” “5000 pak”, jawab ibunya.
Yuk balik kantor. Agil mengajak teman baiknya kembali ke
kantor.
Ini settingnya base on true story kah?
BalasHapusIni settingnya base on true story kah?
BalasHapus