Ada pepatah yang mengatakan “buah tidak akan jatuh jauh dari
pohonnya” atau “like father like son”. Artinya kurang lebih adalah kelakuan
orang tua tidak jauh dari anaknya.
 Tetapi menurut gue,
pepatah itu gak berlaku buat gue ama bokap gue. ada satu hal perbedaan gue ama
bokap gue. terutama soal kepemimpinan. 
Kegagalan gue sebagai pemimpin lebih tragis dan mengecewakan
daripada bokap gue. bokap gue cukup sukses waktu dipercaya menjadi kepala desa.
Sementara gue merasa lebih banyak kegagalan. Beberapa kegagalan
gue memimpin organisasi diantaranya saat menjadi ketua kelas,dan ketua eskul
KDA. Gue gagal.
Sekarang gue secara de facto menjadi wakil ketua karang
taruna. Tetapi meski begitu gue merasa gak berbuat apa-apa. Gue merasa gagal. 
Mungkin salah satu kelemahan gue dalam memimpin adalah
terlalu bergantung pada teori. Ini adalah seni memimpin yang salah
. Karna dalam memimpin itu lebih penting adalah menggunakan
insting dan institusi. Betapa banyak sekali keputusan yang mesti diambil meski
hanya sedikit sekali informasi yang dapat dijadikan pegangan. 
Disini pemimpin sedikit berjudi dengan menggunakan
instingnya. Yang paling baik membaca situasi dan menggunakan insting yang tepat
adalah pemimpin yang baik.
Meski begitu gue merasa beruntung. Kegagalan gue dalam
pemilihan lebih sedikit daripada bokap gue. mungkin karna jabatan yang gue
incar terlalu mudah untuk didapatkan. Tetapi meski gue hanya sedikit mengalami
kegagalan dalam memimpin tetapi citra gue sebagai pemimpin lebih buruk.
Bokap gue menjadi calon kepala desa itu 3 kali. Sekali
menang 2 kali kalah. Gue 3 kali kalah 1 kali menang 1 kali imbang. Sebenarnya
kebanyakan kepemimpinan gue itu. Gue merasa gak berbuat sama sekali. 
Awalnya gue berniat menjadi pemimpin adalah agar dapat
mengorganisir orang. Menyuruh orang berbuat program. Tetapi akhirnya malah
kebalikannya. Pemimpin yang disuruh oleh bawahan.
Teori gue soal memimpin adalah orang yang membimbing
bawahannya menjalankan tugas sesuai visi pemimpin. Jadi ketika ada guru sekolah
menyuruh gue buat mempersiapkan peralatan. Sebgai ketua kelas bukan gue yang
mengambil alat. Gue mempertanyakan itu kepada seksi peralatan. Sudah
dipersiapkan apa belum?. Kalo belum segera ambil. Tetapi selama gue sekolah
yang terjadi adalah kebalikannya. Malah seksi peralatan yang nyuruh ketua kelas
untuk mengambil peralatan. 
Begitulah menurut gue, tetapi semuanya wajar. Gue gak sadar
dalam organisasi itu banyak sekali orang. 
yang tentu saja membuat pikirannya berbeda satu sama lain. Jadi
perbedaan itu wajar terjadi. Tapi tugas pemimpin bagaimana perbedaan itu
menjadi bersatu.
Ditulisan gue selanjutnya gue bakal menceritakan beberapa
pengalaman gue menjadi pemimpin yang tragis
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar