Senin, 08 April 2013

like father like son


Ada pepatah yang mengatakan “buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya” atau “like father like son”. Artinya kurang lebih adalah kelakuan orang tua tidak jauh dari anaknya.
 Tetapi menurut gue, pepatah itu gak berlaku buat gue ama bokap gue. ada satu hal perbedaan gue ama bokap gue. terutama soal kepemimpinan.
Kegagalan gue sebagai pemimpin lebih tragis dan mengecewakan daripada bokap gue. bokap gue cukup sukses waktu dipercaya menjadi kepala desa.
Sementara gue merasa lebih banyak kegagalan. Beberapa kegagalan gue memimpin organisasi diantaranya saat menjadi ketua kelas,dan ketua eskul KDA. Gue gagal.
Sekarang gue secara de facto menjadi wakil ketua karang taruna. Tetapi meski begitu gue merasa gak berbuat apa-apa. Gue merasa gagal.
Mungkin salah satu kelemahan gue dalam memimpin adalah terlalu bergantung pada teori. Ini adalah seni memimpin yang salah
. Karna dalam memimpin itu lebih penting adalah menggunakan insting dan institusi. Betapa banyak sekali keputusan yang mesti diambil meski hanya sedikit sekali informasi yang dapat dijadikan pegangan.
Disini pemimpin sedikit berjudi dengan menggunakan instingnya. Yang paling baik membaca situasi dan menggunakan insting yang tepat adalah pemimpin yang baik.
Meski begitu gue merasa beruntung. Kegagalan gue dalam pemilihan lebih sedikit daripada bokap gue. mungkin karna jabatan yang gue incar terlalu mudah untuk didapatkan. Tetapi meski gue hanya sedikit mengalami kegagalan dalam memimpin tetapi citra gue sebagai pemimpin lebih buruk.
Bokap gue menjadi calon kepala desa itu 3 kali. Sekali menang 2 kali kalah. Gue 3 kali kalah 1 kali menang 1 kali imbang. Sebenarnya kebanyakan kepemimpinan gue itu. Gue merasa gak berbuat sama sekali.
Awalnya gue berniat menjadi pemimpin adalah agar dapat mengorganisir orang. Menyuruh orang berbuat program. Tetapi akhirnya malah kebalikannya. Pemimpin yang disuruh oleh bawahan.
Teori gue soal memimpin adalah orang yang membimbing bawahannya menjalankan tugas sesuai visi pemimpin. Jadi ketika ada guru sekolah menyuruh gue buat mempersiapkan peralatan. Sebgai ketua kelas bukan gue yang mengambil alat. Gue mempertanyakan itu kepada seksi peralatan. Sudah dipersiapkan apa belum?. Kalo belum segera ambil. Tetapi selama gue sekolah yang terjadi adalah kebalikannya. Malah seksi peralatan yang nyuruh ketua kelas untuk mengambil peralatan.
Begitulah menurut gue, tetapi semuanya wajar. Gue gak sadar dalam organisasi itu banyak sekali orang.  yang tentu saja membuat pikirannya berbeda satu sama lain. Jadi perbedaan itu wajar terjadi. Tapi tugas pemimpin bagaimana perbedaan itu menjadi bersatu.
Ditulisan gue selanjutnya gue bakal menceritakan beberapa pengalaman gue menjadi pemimpin yang tragis



Tidak ada komentar:

Posting Komentar