Kamis, 23 Maret 2017

Sampai kita menjadi korban

Kendeng berduka. Bagi kalian yang tidak tahu. Saat ini ibu-ibu petani di pegunungan kendeng rembang sedang bersusah payah. Hidupnya terancam oleh korporasi semen.

Perseteruan ini dimulai ketika perusahaan semen ingin membangun pabrik di pegunungan kendeng yang dipenuhi dengan sumber mata air bagi para petani.

Mereka adalah ibu-ibu pejuang yang menjaga rumahnya dari rakusnya korporasi.

Kemarin salah satu dari mereka. Ibu ibu tersebut berdemo dengan menyemen kakinya. Meninggal. Karena serangan jantung. Namanya ibu padmi.

Perhatian saya terhadap hal ini mungkin bisa dibilang hanya ikut-ikutan. Saya tidak tahu persoalan hanya merasakan betapa peliknya hidup jika terganggu oleh negara.

Kalian pernah berpikir seperti itu tidak? Berpikir tentang bagaimana jika hidup kalian diganggu oleh penguasa. Kalian akan pasrah kemudian mencari kehidupan lain? Atau kalian akan mempertahankan diri dan rumah kalian dari gangguan penguasa tersebut?

Gangguan penguasa yang dialami oleh masyarakat kendeng itu atau juga dari petani majalengka yang mempertahankan lahannya dari upaya pembangunan bandara. Mereka adalah orang-orang yang berjuang dan seharusnya kita memperlihatkan kepedulian kita.

Permasalahan ini sebenarnya tidak akan terjadi jika setiap upaya pembangunan memperhatikan aspirasi warganya. Aspirasi warga yang mungkin jumlahnya hanya sedikit. Bukan berarti karena sedikit maka aspirasinya tidak didengar.

Satu hal yang harusnya kita sadari adalah dan ini sesuai dengan yang pernah diucapkan oleh salah satu idola saya. Bahwa kenapa kita tidak peduli? Mungkin kita peduli ketika adalah korbannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar