Selasa, 12 Desember 2017

Polarisasi di Media Sosial

Konflik dunia nyata terasa samar dibandingkan dengan kondisi sosial media kita. Saya tidak tahu, belum pernah riset, namun berasumsi, kondisi  hubungan masyarakat Indonesia sedang terganggu. Akibat apa? Saya percaya, akibat polarisasi. Kata polarisasi yang saya sukai akhir-akhir ini. Suatu hal dibedakan, yang berbeda dianggap lawan itu adalah polarisasi. Dunia sedang mengalami ini, terutama akibat perang di Timur Tengah yang membawa arus pengungsi ke Negara Eropa. Jadi, ada dua hal yang berkaitan, pertama, yang pro pengungsi, dan yang kedua menolak pengungsi.

Negara maju yang menerima pengungsi mengalami resistensi akibat kondisi sosial masyarakat yang berbeda dengan para pengungsi. Ada shock culture. Yang menolak pengungsi menganggap Negara mereka tidak peduli kemanusiaan. Akibatnya terjadi perbedaan pendapat terpolarisasi.

Ini juga terjadi pada Indonesia, terutama setelah kasus penistaan Agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaya Purnama dan dampaknya, sebuah aksi bela Islam 212. Berpolarisasi, yang membenci bela Islam dan yang menyukai bela Islam. Yang membenci menganggap mereka yang mengikuti aksi bela Islam tidak Pancasilais, ekstremis, fundamentalis. Yang menyukai bela islam menganggap yang membenci sebagai kaum kafir, liberalis, komunis.

Polarisasi ini berakibat pada banyaknya demo untuk suatu hal yang menjadi hak bagi Warga Negara. Menolak datangnya ulama siapa? Menolak penyanyi siapa? Mempermasalahkan kedatangan siapa? Konfliknya menjadi like dislike. Seperti yang terbaru, Ust. Abdul Somad dilarang safari dakwah di Bali.

Uniknya, mereka memiliki apa yang disebut dengan buzzer. Yang membuat ramai adalah mereka ini. Orang-orang yang bekerja dengan menjadi akun sosial media yang menggiring opini. Lading ini sangat besar saya kira, bahkan mungkin mampu untuk membuat seseorang menjadi mapan.

Sering kemudian kondisi ini menjadi panas, menjadi ramai di sosial media. Untungnya adalah hal ini masih menjadi buih-buih. Saya harap sih terus menjadi buih. Tidak membesar menjadi kolam.
Hanya saja, yang saya sayangkan adalah kenapa kondisi ini justru dianggap nyata oleh mereka-mereka yang secara pemikiran seharusnya terbuka. Maksudnya terbuka di sini adalah, mereka yang mampu menerima informasi tanpa bias dan dengan cara pandang yang kalau dalam kode etik jurnalistik disebut Cover Both Side.

Entah sampai kapan kondisi ini akan berlangsung. Mungkin akan selalu ada, saya kira. Karena perbedaan ini sudah ada dari semenjak dulu. Semenjak Negara Indonesia hanya berada pada mimpi-mimpi rakyat Indonesia dulu. Konflik membuat Negara yang stabil.

Kita terus mencoba, dari Pancasila ini ditafsirkan oleh para pemimpin bangsa. Mulai dari zaman Soekarno hingga Sulilo Bambang Yudhoyono. Kita sering kali goyah sebagai bangsa dalam menafsirkan ini, namun saya percaya kita masih mampu menstabilkannya.

Pada akhirnya saya tak tahu bagaimana solusi untuk masalah ini akan berakhir. Bagi saya, mungkin memang selama pekerjaan dari konflik ini masih ada. maka, konflik ini akan selalu ada. karena pada dasarnya, Rakyat Indonesia itu menurut saya, dan ini sangat objektif dan umum, mungkin saya akan terlalu generalisir, atau bahkan menjadi jahat. Menurut saya rakyat Indonesia itu sangat cerdik. Maksudnya cerdik adalah rakyat Indonesia mampu untuk beradaptasi dalam kehidupan sosial maupun ekonomi. Kita cerdik memanfaatkan situasi, kita selama membutuhkan makan. Tidak peduli ada apapun, akan terus mencari makan. Sebagaimana tukang sate waktu ledakan bom di Sarinah Thamrin Jakarta beberapa waktu lalu hingga buruh pabrik yang dipecat untuk kemudian menjadi tukang ojek online maupun pangkalan.


#onedayonepost
#nonfiksi

12 komentar:

  1. Karena sebuah alasan mencari makan maka banyak orang menghalalkan segala cara

    BalasHapus
  2. Tulisan mas Akbar bagus banget. Buat aku pribadi, butuh pemahaman lebih nih. Thx for the sharing

    BalasHapus
  3. Yeap right! Apapun situasinya, kita tetap butuh makan

    BalasHapus
  4. kerenya,,
    tapi aku belum paham polarisasi itu gimana ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. polarisasi itu jika kamu bukan golongan kami, maka kamu musuh kami.

      Hapus
  5. Kereen analisanya mas.
    Untuk tulisan ini sy harus berulang membacanya, karena belum memahaminya. Ditunggu tulisan-tulisan kerennya mas

    BalasHapus
  6. Ulasannya menarik,Mas. Hanya pembahasannya terlalu berat untuk saya pribadi. Sehingga harus berulang kali membacanya hingga sampai ditahap mengerti hehehe. Maklum agak lemot 😄

    BalasHapus
  7. mantap banget tulisan mas akbar. terimakasih sudah berbagi

    BalasHapus
  8. mantap banget tulisan mas akbar. terimakasih sudah berbagi

    BalasHapus